Cerpen : Tentang Joy

18:13:00

Sedikit intermezo dengan cerpen yang menarik semoga bisa dinikmati. Ingat! Karya ini hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan nama, tempat atau gelar itu tidaklah disegaja. Ayo disimak cerpennya.

Tentang Joy


Aku mengenalnya di biru langit saat malam mulai merangkak menuju pekat. Angin membaur, saat sunyi dan dingin menyatu. Dia hadir di detik itu. Tanpa Suara. Tanpa Irama. Aku mengenalnya saat bintang mulai menyatu dengan hembusan angin dan awan. Saat suara binatang malam mulai meramaikan lamunanku.

Ruang waktu - Ilusi


Dia datang mengisi hatiku dengan menggoreskan kisah di hidupku. Hanya goresan tapi pasti meninggalkan bekas. Bukan bekas seperti barang. Melainkan kenangan. Dia datang bersama iringan hembusan nocturno. Menyeriak diantara kelam malam. Dia hadir diantara tumpukan kisah-kisah hidupku. Nockturno menepi, memberinya jalan untuk lewat, mendekatiku dan menuliskan kisah hidupku. Tanpa kertas, tanpa pena. Sesaat dan sekilas.

Dia datang tanpa cerita. Yang ku ingat, dia dapat membuatku tertawa saat air mataku hampir menetes. Dia juga dapat membuat air mataku yang masih tersembunyi, mengalir keluar. Aku sudah hampir lupa, kata apa yang dia tuliskan, saat pertama dia datang. Aku hanya ingat, kalau dia bisa menjadi seperti yang aku inginkan. Aku tidak percaya.

"What's your name?" Tanyaku padanya.
"Joy".
. . .
"Just call me Rey".

***
"Joy. . .", dia termasuk orang yang aku percaya untuk bercerita tentang Rey. Rey itu aku, Joy seperti pelangi. Entah kenapa aku menganggapnya pelangi, mungkin karena dia bisa membuktikan, kalau dia bisa menjadi seperti yang aku inginkan.

"What do you do?" Satu lagi pertanyaan untuknya.
"Aku kerja di balik meja kecil, sendirian. Di ruangan sebesar kamar tidur." Jawabnya.
"Kerja kantor?" Tanyaku lagi.
"No! Kerja kantor terlalu banyak aturan. Aku nggak suka diatur. Aku bekerja untuk sebuah karya seni kecil."
"Penulis? Penulis?" Tanyaku penasaran.
"Bukan. Waktu bertanya tinggal satu kali lagi. Setelah itu aku tutup."
Huh. . .aku bosan. Terlalu banyak teka-teki, but I like it. Aku suka dia, aku suka caranya membuatku penasaran.
Yang perlu kamu tahu dari Joy : Fiktif tapi nyata. Ada, tapi tidak kelihatan. Joy. . .sudah 4 kali pacaran. tapi belum pernah jatuh cinta dan belum pernah patah hati. Aku tidak percaya. Itu hakku. Dan Joy juga tidak pernah menuntut aku untuk mempercayainya.
"Rey. . .buat aku jatuh cinta, dan setelah aku mencintaimu, tinggalkan aku. Aku ingin patah hati."
"Caranya bagaimana?" Tanyaku.
"Saat aku bilang 'Rey, aku mencintaimu' Kamu jawab 'Ya, aku juga' Saat aku bilang 'Rey, aku benar-benar mencintaimu' Kamu jawab 'Maaf, aku sudah punya suami'."
". . ."
"Joy. . ."
Aku memanggilnya dalam rentang waktu yang tidak ku mengerti. Saat malam merangkak menuju fajar. Saat dunia makhluk ghaib mulai merayakan fajarnya. Saat malaikat-malaikat turun, untuk mendengarkan doa-doa bagi mereka yang berdoa.
Dia hadir bersama mimpi itu. Mimpi buruk. Kelam, gelap, pekat dan tidak ku mengerti. Aku benci mimpi itu. Aku benci "Joy" dalam mimpi itu. Aku takut untuk tidur. Entah siapa yang hadir dalam mimpi itu. "Joy"? Kamu? atau yang lain? Atau mereka? Aku tidak tahu.

Kisah lelaki misterius ini aku persingkat. Karena aku sudah lupa bagian-bagian mana yang harus ku tulis. Maaf, aku sudah lupa. Mungkin memoriku penuh. Dan aku bingung, bagian mana yang harus ku ingat atau ku hapus.

* * *

"Rey, buatin aku puisi, judulnya 'Fana Maya', yang singkat saja. . ." Pintanya waktu itu.
Saat itu aku bingung, aku harus nulis 'Fana Maya' seperti apa. Aku hanya menulis yang aku ingat. Tapi, respon darinya sungguh diluar dugaanku.

"Rey sialan! Rey udah bungkan seisi ruang! Jangan ulangi lagi! Aku masih belum ingin mati! Rey. . .! Kenapa ada denyut nadi disetiap huruf yang kamu tuliskan?".

"Apa-apaan ini? Aku tidak tahu apa yang dia maksud. Laki-laki itu sungguh aneh, misterius. Penuh teka-teki. Tidak bisa kupahami isi hatinya. "Joy. . .siapa kamu?".
Tiba-tiba kesunyian menyergap. Mengisi sudut-sudut yang tersisa. Memutar kembali memori-memori yang sempat terputus. Lambat laun kesunyian itu pecah, hingga memekakkan telinga. Sementara itu, ditempat ini. Ada kebuntuan yang masih belum aku mengerti.

Ruang dan waktu. Lagi-lagi hembusan nafas kembali terdengar, tapi entah dimana wujudnya. Joy apa kamu hanya bayangan yang selalu hadir dalam mimpi burukku?

"Aku bersedia menjadi 'tempat sampah' untuk siapapun." Ucapnya waktu itu.
Tempat sampah? Apa-apaan ini? Lagi-lagi dia membuatku hampir menangis. Aku tidak pernah menganggapnya tempat sampah. Dan hal-hal yang aku ceritakan padanya bukanlah sampah. Itu adalah bagian-bagian indah hidupku, itu adalah warna warni hidupku. Aku ingin mengguratkan warna itu dihidupnya. Agar pelangi itu menjadi lebih indah. Agar ida tidak lagi misterius. Agar dia menjadi nyata.

* * *

"Rey. . .aku sekarang di alun-alun." Ucapnya.
"Boleh aku kesana?" Ucapku
"Boleh. . .".
Apa yang aku pikirkan saat itu? "Misterius itu, bayangan itu, mimpi itu" Aku sempat ragu, tapi pasti. Saat itu saat malam mulai menampakkan sisi misteriusnya. Saat bintang-bintang mengintai bumi di balik gumpalan mendung. Saat bulan mulai tak nyata lagi bentuknya. Saat angin dan udara membaur menjadi untaian pekat. Aku singkirkan semua perasaan aneh itu.
Aku mulai berjalan ke tempat itu, untuk menghampirinya. Aku suka tempat itu. Luas, indah dan JOGJA.
Angin berhembus lembut, saat aku hampir putus ada. Mungkinkah dia membohongiku? Tidak.

* * *

"Rey, ya. . .?".
"Joy. . .?".

Aku menyambut uluran tangannya. Tak kupedulikan tangannya yang sedingin es. Misteri itu mendadak lenyap saat ku tatap wajahnya. Mata itu seperti aku pernah mengenalnya. Entahlah, mungkin hanya perasaanku saja.

Aku seperti sudah sangat mengenalnya. Aku merasa begitu akrab dengannya jauh sebelum Joy datang. Jauh sebelum misteri itu menyelinap di balik kisahnya.

Tidak seperti dugaanku. Mata itu tidak seperti mata dalam mimpi itu. Sungguh jenaka. Aku ingin selalu tertawa saat menatapnya. Begitu ramah dan bersahabat.

Semua suara mendadak menjadi lenyap dan bisu. Saat aku mulai masuk di dunia sesaat dan sekejap itu. Bintang melihatku. Meskipun mendung, karena aku yakin mendung hanya di dalam atmosfer, tapi bintang-bintang masih bersinar dengan indahnya di angkasa yang luas.

Angin membelai malamku, saat aku menikmati dunia kecil itu. Aku nyaman bersamanya. Tapi, waktu mendadak kembali. saatnya kita mengatupkan tangan. Aku harus kembali ke duniaku. Begitupun dengannya.

Dia mengantarku menembus ke dalam dimensi ruang dan waktu. Dia berada di dunia nyataku. Siluet-siluet itu mengikutiku. Berjalan menyusur gang-gang di kota itu. Hanya jalan kecil, tapi cukup melelahkan, kalau aku melewatinya sendirian.

Jalan itu menjadi lebih lebar saat dia mengiringi langkahku. Lentera-lentera itu seperti tersenyum. Hanya kerlipan. Tapi cukup untuk menerangi langkah kaki kami.

"Joy. . .terima kasih untuk pertemuan yang singkat ini."
"Sama-sama Rey."
"Sampai jumpa lagi, Joy" Ucapku berat.
"Salah Rey. Tidak seharusnya kamu mengucapkan sampai jumpa. Kalimat yang seharusnya kamu ucapkan adalah selamat tinggal" Ucapnya sambil menatapku tajam.
"Why?" Tanyaku.
Joy tidak menjawab. Dia hanya tersenyum kemudian membalikkan badan dan melangkah meninggalkan aku.

Aku masih terus menatapnya, sampai akhirnya pekat malam menelan langkah kakinya.
"Joy. . .mungkinkah masih ada waktu yang memihak padaku dan mengizinkan aku untuk bertemu denganmu lagi?".

END

Wah, keren yah ceritanya. Ini adalah karangan asli teman-teman saya. Semoga menjadi penghibur dan menjadi penambah wawasan pembaca sekalian. Salam hangat dari saya.

You Might Also Like

0 komentar

Resource